Kanjeng Nyai Sri Tanjung
KK. Sri Tanjung tangguh Kediri dan KN Sri Tanjung tangguh Kamardikan
Keris dengan muatan Epigramatik telah dimunculkan kembali dalam ciptaan tangguh KAMARDIKAN. Mewarnai KONGRES NASIONAL I SNKI. Dijadikan cover buku ”Keris, Mahakarya Nusantara”.
Sebelumnya banyak keris yang sengaja untuk mengutarakan tema, dan menjadi media seni seperti memuat dongeng, kisah yang kemudian melegenda serta tulisan kakawin, seperti keris Kanjeng Kyahi Arjuna Wiwaha (tangguh Kediri) yang dihiasi relief tentang Arjuna yang digoda oleh bidadari cantik dalam pertapaannya.
Jika pada jaman Kediri pernah dibuat keris Kanjeng Kyahi Sri Tanjung koleksi KRAT. Ali Rahmatdiningrat, kemudian yang sekarang karya Toni Junus menamakannya dengan Kanjeng NYAI Sri Tanjung.
Kisah Sri Tanjung telah populer di dunia sastra kuno, memuat sebuah pesan tentang kejujuran, tekad, kesetiaan dan niat suci. Pesan dari ikon keris Kanjeng Nyai Sri Tanjung perlu dihayati sebagai falsafah dengan nilai-nilai yang bisa diimplementasikan dalam kehidupan, agar pembangunan dan perjalanan bangsa Indonesia tidak meninggalkan jati diri, Indonesia harus berbangga sebagai bangsa yang memiliki banyak sekali warisan budaya yang bermuatan falsafah, pekerti dan budi luhur.
Sekelumit tentang kisah Sri Tanjung saya beberkan agar dapat dimengerti sebagai inspirasi.
SRI TANJUNG
Cihnane luwih, yan suganda nelikup, Hyang kala wus prapta....
Secuil doa, yang sempat dilantunkan oleh Sri Tanjung kepada dewata. Dalam duduk simpuhnya, perempuan jelita itu menyadari hidupnya tak akan lama. Saat doa ditutup, Sida Paksa, pria yang baru menikahinya, menghunjamkan keris dengan kemarahan membabi-buta. Gending selonding pun riuh rentak.
Tubuh Sri Tanjung terkulai. Perlahan sukmanya menghadap ke kahyangan. Tapi pintu tertutup rapat, mungkin saat kematiannya belumlah tiba.
Dalam keremangan, muncul Betari Durga, penguasa kematian.
Sosoknya membara, pertanda dia hendak mengembalikan kesucian yang telah terenggut. Dengan tirai transparan membalut tubuh Sri Tanjung, Durga meruwat perempuan itu, dan Sri Tanjung kembali hidup.
Kisah asmara segitiga antara Sida Paksa (Mahapatih), Sri Tanjung dan Prabu Sulakrama (sang Raja) dalam sastra kuno yang masih berkumandang. Sida Paksa dan Sri Tanjung merupakan dua sejoli yang tengah mabuk kepayang. Ketika Sida Paksa menikahi dan memboyong Sri Tanjung ke kerajaan, muncul petaka. Prabu Sulakrama, sang penguasa, kepincut pada kemolekan Sri Tanjung.
Untuk memisahkan Sida Paksa dari Sri Tanjung, sang Raja mengutus Sida Paksa keluar memburu pengacau di belantara.
Saat Sida Paksa berangkat kesana, Prabu Sulakrama merayu Sri Tanjung. Namun Sri Tanjung yang setia kepada Sida Paksa, menolak rayuan sang Raja. Nafsu berahi meruap, Sulakrama memerkosa Sri Tanjung. Sang Raja lalu memutarbalikkan kejadian ini. Kepada Sida Paksa yang telah kembali dengan selamat, dia justru menuduh Sri Tanjung merayu dirinya. Sida Paksa lebih percaya kepada sang penguasa ketimbang kepada belahan jiwanya. Tragedi pun terjadi. Sri Tanjung dibunuh oleh Sida Paksa atas keyakinannya bahwa ia telah bersalah mengotori kerajaan. Namun ditengah Sri Tanjung terkulai, darahnya justru menebar semerbak wewangian. (digubah dari artikel Sita P. Aquadini).
Sumber Artikel Dari : Java Keris
http://www.javakeris.com
Kanjeng Nyai Sri Tanjung
Rabu, 18 Mei 2011
Diposting oleh
Antik Unik Bertuah
Artikel Terkait Lainnya:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comentários:
|-) :woot: :surprise: :sleepy: :oya: :nyu: :music: :kishishi: :kikik: :hoahm: :grr: :fufu: :dies: :cry: :blush: :bignose: :D :-| :-w :-Z :-O :-E :-? :-3 :-0 :-( :) :(( :( 8-| 8-) (:
Posting Komentar