Keris Empu Gandring Dan Ken Arok
Keris Mpu Gandring adalah senjata pusaka yang terkenal dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singasari di daerah Malang, Jawa Timur sekarang. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit Singasari termasuk pendiri dan pemakainya, ken Arok.
Keris ini dibuat oleh seorang pandai besi yang dikenal sangat sakti yang bernama Mpu Gandring, atas pesanan Ken Arok, salah seorang tokoh penyamun yang menurut seorang brahmana bernama Lohgawe adalah titisan Wisnu. Ken Arok memesan keris ini kepada Mpu Gandring dengan waktu satu malam saja, yang merupakan pekerjaan hampir mustahil dilakukan oleh para “mpu” (gelar bagi seorang pandai logam yang sangat sakti) pada masa itu. Namun Mpu Gandring menyanggupinya dengan kekuatan gaib yang dimilikinya. Bahkan kekuatan tadi “ditransfer” kedalam keris buatannya itu untuk menambah kemampuan dan kesaktian keris tersebut.
Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang sempurna bahkan memiliki kemampuan supranatural yang konon dikatakan melebihi keris pusaka masa itu. Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan haris diambil. Kemudian Ken Arok menguji Keris tersebut dan terakhir Keris tersebut ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji (karena sarung keris itu belum selesai dibuat) selebihnya bahkan dikatakan untuk menguji kemampuan keris tersebut melawan kekuatan supranatural si pembuat keris (yang justru disimpan dalam keris itu untuk menambah kemampuannya).
Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok. Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan Singhasari yakni :
Terbunuhnya Tunggul Ametung
Tunggul Ametung, kepala daerah Tumapel (cikal bakal Singhasari) yang saat itu adalah bawahan dari Kerajaan Kadiri yang saat itu diperintah oleh Kertajaya yang bergelar “Dandang Gendis” (raja terakhir kerajaan ini). Tumapel sendiri adalah pecahan dari sebuah kerajaan besar yang dulunya adalah Kerajaan Jenggala yang dihancurkan Kadiri, dimana kedua-duanya awalnya adalah satu wilayah yang dipimpin oleh Airlangga.
Ken Arok membunuh Tunggul Ametung untuk mendapatkan istrinya yang cantik, Ken Dedes. Ken Arok sendiri saat itu adalah pegawai kepercayaan dari Tunggul Ametung yang sangat dipercaya. Latar belakang pembunuhan ini adalah karena Ken Arok mendengar dari Brahmana Lohgawe bahwa “barang siapa yang memperistri Ken Dedes akan menjadi Raja Dunia”.
Sebelum Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, keris ini dipinjamkan kepada rekan kerjanya, yang bernama Kebo Ijo yang tertarik dengan keris itu dan selalu dibawa-bawanya kemana mana untuk menarik perhatian umum. Bagi Ken Arok sendiri, peminjaman keris itu adalah sebagai siasat agar nanti yang dituduh oleh publik Tumapel adalah Kebo Ijo dalam kasus pembunuhan yang dirancang sendiri oleh Ken Arok. Siasatnya berhasil dan hampir seluruh publik Tumapel termasuk beberapa pejabat percaya bahwa Kebo Ijo adalah tersangka pembunuhan Tunggul Ametung. Ken Arok yang saat itu adalah orang kepercayaan Tunggul Ametung langsung membunuh Kebo Ijo yang konon, dengan keris pusaka itu.
Terbunuhnya Ken Arok
ken arok Keris Mpu GandringSetelah membunuh Tunggul Ametung, Ken Arok mengambil jabatannya, memperistri Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung dan memperluas pengaruh Tumapel sehingga akhirnya mampu menghancurkan Kerajaan Kediri. Ken Arok sendiri akhirnya mendirikan kerajaan Singhasari.
Rupanya kasus pembunuhan ini tercium oleh Anusapati, anak Ken Dedes dengan ayah Tunggul Ametung. Anusapati, yang diangkat anak oleh Ken Arok mengetahui semua kejadian itu dari ibunya, Ken Dedes dan bertekat untuk menuntut balas. Anusapati akhirnya merancang pembalasan pembunuhan itu dengan menyuruh seorang pendekar sakti kepercayaannya, Ki Pengalasan.
Pada saat menyendiri di kamar pusaka kerajaan, Ken Arok mengamati pusaka kerajaan yang dimilikinya. Salah satu pusaka yang dimilikinya adalah keris tanpa sarung buatan Mpu Gandring yang dikenal sebagai Keris Mpu Gandring. Melihat ceceran darah pada keris tersebut, ia merasa ketakutan terlebih lebih terdengar suara ghaib dari dalam keris tersebut yang meminta tumbal. Ia ingat kutukan Mpu Gandring yang dibunuhnya, dan serta merta mebantingnya ke tanah sampai hancur berkeping-keping. Ia bermaksud memusnahkannya. Namun ternyata keris tersebut melayang dan menghilang. Sementara Anusapati dan Ki Pengalasan merancang pembunuhan tersebut, tiba-tiba keris tersebut berada di tangan Anusapati. Anusapati menyerahkan keris kepada Ki Pengalasan yang menurut bahasa sekarang, bertugas sebagai “eksekutor” terhadap Ken Arok. Tugas itu dilaksanakannya, dan untuk menghilangkan jejak, Anusapati membunuh Ki Pengalasan dengan keris itu.
Terbunuhnya Anusapati
Anusapati mengambil alih pemerintahan Ken Arok, namun tidak lama. Karena Tohjaya, Putra Ken Arok dari Ken Umang akhirnya mengetahui kasus pembunuhan itu. Dan Tohjaya pun menuntut balas.
Tohjaya mengadakan acara Sabung Ayam kerajaan yang sangat digemari Anusapati. Ketika Anusapati lengah, Tohjaya mengambil keris Mpu Gandring tersebut dan langsung membunuhnya di tempat. Tohjaya membunuhnya berdasarkan hukuman dimana Anusapati diyakini membunuh Ken Arok. Setelah membunuh Anusapati, Tohjaya mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Anusapati.
Tohjaya sendiri tidak lama memerintah. Muncul berbagai ketidak puasan baik dikalangan rakyat dan bahkan kalangan elit istana yang merupakan keluarganya dan saudaranya sendiri, diantaranya Mahisa Campaka dan Dyah Lembu Tal. Ketidakpuasan dan intrik istana ini akhirnya berkobar menjadi peperangan yang menyebabkan tewasnya Tohjaya. Setelah keadaan berhasil dikuasai, tahta kerajaan akhirnya dilanjutkan oleh Ranggawuni yang memerintah cukup lama dan dikatakan adalah masa damai kerajaan Singashari. Sejak terbunuhnya Tohjaya, Keris Mpu Gandring hilang tidak diketahui rimbanya.
KISAH LAIN NYA
Kisah tentang keris Empu Gandring bisa ditemui di kitab Pararaton. Kisah ini tak bisa dilepaskan dari sosok wanita cantik, Ken Dedes, yang konon menjadi ihwal munculnya kutukan sang empu. Berkaitan dengan asmara yang membara.
Banyak kita tahu kisah-kisah tentang keris yang memiliki tuah atau daya linuwih. Masing-masing kisah menceritakan bagaimana sebuah keris yang memiliki kekuatan daya supranatural mampu membantu mengubah nasib sang pemiliknya yang terkadang dengan cara yang sulit di nalar manusia. Tetapi, dari berbagai tentang kisah keris bertuah, tidak ada yang lebih menarik dan legendaris dari kisah keris Empu Gandring milik Ken Arok dari tumapel yaitu masa sebelum kerajaan Singosari.
Alkisah dalam serat Pararaton disebutkan, Ken Arok berniat membunuh Tunggul ametung, seorang akuwu (penguasa) di Tumapel. Niat ini muncul setelah secara tidak sengaja Ken Arok yang waktu itu menjadi abdi di Tumapel, melihat betis mulus Ken Dedes, istri Tunggul Ametung, ketika Ken Dedes turun dari kereta.
Bukan itu saja, “barang rahasia” milik Ken Dedes pun terlihat oleh Ken Arok. Dari “barang rahasia” sang dewi nampak adanya sinar yang menyala. Ken Arok terkejut dan seketika itu tertarik menatap sang dewi. Benar-benar wanita cantik yang tiada taranya di dunia ini, pikir Ken Arok.
Kemudian Ken Arok menceritakan pengalamannya tersebut kepada Dhang Hyang Lohgawe, seorang brahmana yang waskita. Menurut sang brahmana, wanita dengan tanda seperti itu disebut Nareswari. Ia adalah wanita utama, ratu dari semua wanita. Meskipun seorang pria papa dan hina dina, jika beristri wanita semacam ini maka pria tersebut tentu akan bisa menjadi raja atau orang yang tinggi jabatnnya.
Mendengar penjelasan sang brahmana seperti ini Ken Arok semakin bilat tekadnya untuk dapat memperistri Ken Dedes walau apapun risikonya, termasuk dengan cara membunuh Tunggul Ametung. Maka berangkatlah Ken Arok menuju tempat tinggal Empu gandring, seorang empu pembuat keris yang sangat termasyur. Dengan keris buatan empu gandring ini Ken Arok bermaksud membunuh Tunggul Ametung.
“Ki Empu, tolong bikinkanlah saya sebuah keris yang ampuh. Saya harapkan bisa selesai dalam waktu lima bulan. Harap diperhatikan, Ki, agar keris itu dapat selesai.”
Empu Gandring menjawab,”Kalau kamu menghendaki yang baik, seharusnya dalam satu tahun. Kalau dalam lima bulan belumlah cukup.”
Ken Arok berkata lagi,”Pengukiran keris itu terserah saja bagaimana bentuk serta coraknya. Saya tidak peduli masalah janji, pkoknya dalam lima bulan harus selesai.”
Setelah lima bulan, maka Ken Arok pun teringat akan janjinya, yakni akan pesana keris tersebut kepada Empu Gandring. Empu gandring pada waktu itu sedang mengukir keris. Ken Arok perlahan bicara,”Ki, sudah selesaikah keris pesanan saya itu?” Empu gandring pun menjawab pula dengan halus,” duh kaki. Kerismu itu justru yang sedang kukikir ini.” Ketika mendengar jawaban tersebut, Ken Arok menjadi tak senang hati dan bersikap kurang sopan.
Ken Arok melihat kerisnya yang sedang di kikir (diperhalus). Keris diberikan oleh Empu gandring, diterima oleh Ken Arok dan diamat-amati. Serentak sadar bahwa kerisnya belum selesai, maka Ken Arok marah. “ini keris belum rampung!Bukanlah saya sudah berkali-kali berpesan. Tak ada gunanya saya berkata kalu begini kenyataannya, Ki. Terlalu sekali kau ini, Ki. Masakan mengikir pun sampai lima bulan masih juga belum selesai. Benar-benar mengacuhkan pesanku, kau Empu Gandring!” Ken Arok pun mengamuk membabi buta.
Epu Gandring di tusuknya dengan keris bikinan sang empu itu sendiri. Segera sang empu gandring pingsan. KenArok keterlanjuran menurutkan api amarah. Keris disabetkan di lumpang tempat kikiran besi.
Lumpang yang terbuat dari batu itu terbelah jadi dua. Setelah itu keris disabetkan kearah paron (alas untuk menempa besi). Paron pun pecah berkepingan. Setelah itu terdengarlah suara Empu Gandring yang menyumpah serapahi,”Ken Arok, besok kau sendiri pun akan mati oleh keris itu juga. Anak dan cucu-cucumu, tujuh orang raja akan meninggal pula dengan senjata yang sama.”
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, mak Empu gandring segera meninggal. Ken Arok sangat menyesal dengan kematian Empu gandring. Tuah keris empu gandring ternyata terbukti sakti. Buktinya, keris ini berhasil membunuh Tunggul ametung, Ken arok sendiri, dan keturunannya. Sehingga tepat seperti sumpah Empu gandring bahwa kerisnya membunuh tujuh orang raja.
Percaya atau tidak?
Yang pasti, kisah ini terdapat dalam serat Pararaton Ken Arok, kitab sastra jawa yang diakui kesahihannya oleh para ahli sejarah.
Keris Mpu Gandring: Hipotesis
GANDRING dikenal sebagai pengrajin logam yang tersohor di kerajaan Tumapel (cikal bakal Singosari). Ia juga dikenal sakti. Karena “profesional” dan sakti itu ia kemudian diberi gelar “Mpu”. Ken Arok, seseorang yang dipercaya sebagai titisan Wisnu, memesan keris kepadanya. “Satu hari”, begitu Ken Arok memberikan tenggat waktu bagi Gandring. Satu hari berlalu dan Gandring telah menyelesaikan kerisnya. Namun sarung keris belum tuntas. Karena tak sabar, Ken Arok mengambilnya, lalu membunuh Gandring. Gandring sempat menyumpahi Ken Arok dan keturunannya: tujuh turunan bakal mati tertikam keris itu.
Jaman itu, teknologi pengolahan logam atau metalurgi masih sangat tradisional: besi dipanaskan dan ditempa; atau dalam istilah metalurgi, diberi perlakuan panas (heat treatment) dan dibentuk (forging). Kemudian, ilmu metafisika masuk, dan besi yang telah terbentuk (misal: pedang, keris dll), diberi doa-doa, dan menjadi sakti. Begitukah? Entahlah.
Bagaimana Mpu Gandring membuat kerisnya jadi ampuh? Mpu Gandring memilih bahan yang kuat tapi ringan. Jaman itu, proses pemaduan logam dengan logam lain barangkali tak menghasilkan paduan yang memuaskan. Jadi, bahan monolitik adalah pilihan. Mpu Gandring memilih batu meteor sebagai bahan kerisnya. Hal ini juga perlu diteliti lebih jauh apakah batu meteornya bisa diberi perlakuan panas dan dibentuk. Batu meteor ini bisa dilihat dan disentuh di Museum Geologi – Bandung. Tapi, apakah bahan itu yang digunakan Mpu Gandring atau bukan, ini masih pertanyaan.
Setelah, keris terbentuk, Mpu Gandring mencelupkan keris (yang masih panas) tersebut ke dalam bisa ular. Ada proses difusi dari racun ular ke dalam keris yang masih membara itu. Bisa ular sebagian menempel hanya di permukaan, dan sebagian lain berdifusi ke dalam keris. Setelah mendingin, keris dimasukkan ke dalam sarungnya, dan disimpan. Bisa dibayangkan jika keris itu disentuh atau ditancapkan ke tubuh: bisa ular segera menempel dan masuk ke dalam darah, lalu bagian tubuh akan lumpuh dan manusia bisa mati. Pada jaman itu, hanya sedikit orang yang mengetahui proses pembuatan keris secara “ilmiah”; salah satunya adalah Mpu Gandring. Karena pengetahuan dan pengalaman yang cukup advanced dalam pembuatan keris, mungkin Mpu Gandring juga dikenal sebagai mahaguru pada jaman itu. Apakah dia bisa disebut profesor di jaman ini?
Sumber: dadigareng.wordpress.com
KEN AROK
Dalam kitab PARARATON karangan yang berbentuk gancaran, disusun dalam akhir abad ke-15. Di dalamnya dirangkum cerita-cerita dan kronik kejadian-kejadian sejarah yang penting. "Pararaton" sama seperti Bustan as-Salatin, artinya kitab tentang para raja. Tokoh utama dalam kitab Pararaton ialah Ken Angrok, yang juga pendiri dinasti raja-raja Singasari dan Majapahit, kisah tentang kehidupannya dituturkan sejak lembar pertama kitab tsb. Hampir separoh isinya bercerita tentang Ken Angrok, yang merupakan campuran antara khayal dan kenyataan. Dari sudut sejarah semua sejarawan menyebut, bahwa mutu kesejarahan Negarakertagama (syair Prapanca, 1365) lebih andal ketimbang kidung Pararaton.
Ken Angrok. adalah anak Ken Endok, petani desa ditepi Brantas di kawasan Tumapel, di utara kota Malang sekarang. Karena kemiskinan, tapi sangat mungkin juga karena lahir tak berbapa, sejak selagi masih bayi ia dibuang ibunya.Dengan harapan agar bayi itu ditemu seseorang, dan akan diasuh serta dibesarkannya. Harapan itu memang terjadi. Ia ditemu oleh seseorang pencuri. Sehingga "Bocah Tiban" ini pun tumbuh dan menjadi besar dalam lingkungan sebagai pencuri dan penyamun. Tapi, sekalipun pencuri, Bocah ini memang cerdik dan panjang akal.
Diceritakan Kerajaan Tumapel yang ketika itu di bawah kekuasaan seorang adipati,Tunggul Ametung, yang tunduk di bawah kekuasaan Raja Kertajayadi Kediri (1191-1222). mendapat berita tentang kejahatan pencurian yang tersebar di wilayah Kediri. Maka segera diperintahnya Tunggul Ametung agar menangkap pencuri itu.Suatu ketika Ken Arok sebagai pencuri terlihat dan dikejar orang Tumapel beramai-ramai hendak ditangkap,namun tiba di pinggir kali perbatasan ia terpaksa berhenti,kemudian ia mendapat akal: Di pinggir kali itu ada sebatang pohon siwalan. Ia segera memanjat pohon itu sampai ke ujung. Duduk di salah satu pelepah daun.
Ketika orang-orang tiba di situ, segera mereka mengepung pohon, sambil berseru-seru menyuruh si Brandal turun. Salah seorang dari mereka segera memanjat pohon itu dengan tangkas. Sementara itu si Brandal tampak mengepit dua pelepah daun siwalan di kedua belah tangannya. Selagi orang masih sibuk bertanya-tanya di hati masing-masing tentang apa yang akan terjadi, si Brandal dengan bersayap daun tal telah melayang terbang ke daratan seberang sana sungai. Orang-orang itu gagal menangkap si Pencuri. Dengan hati kesal tapi juga rasa kagum mereka kembali ke desa. Tanah seberang sungai itu wilayah kerajaan lain, yang tak mungkin mereka masuki beramai-ramai. Lagi pula arus kali itu pun tidak bersahabat. Lolos dari pengejaran, si Brandal bersembunyi beberapa lama.
Sementara itu dewa-dewa di Suralaya berunding, mencari jalan bagaimana bisa menyelamatkan si Brandal. Di persidangan para dewa ini ternyata Brandal ini justru menjadi rebutan ketiga-tiga dewa Trimurti. Semuanya mengaku sebagai yang berhak atas pemuda brandal yang berani dan panjang akal itu.Dewa Brahma dan Dewa Syiwa saling mengaku sebagai ayahnya.Sedangkan Dewa Wisnu mengaku, bahwa pada tubuh Brandal itulah ia menemukan tempat awatara atau titisannya yang terbaru.Namun begitu kelak, jika si Brandal sudah tampil sebagai raja.
Ken Angrok pembangun dinasti raja-raja Singasari, ternyata ia sendiri lebih cenderung pada Syiwa. Sehingga oleh karena itu untuk nama dinasti atau wangsa yang dibangunnya pun, Angrok memilih nama Girindrawangsaja - "keluarga yang lahir dari Girindra". Girindra ialah nama lain dari Syiwa.Entah sejak kapan sebutan Angrok diberikan pada tokoh ini. Barangkali sejak para dewa selesai bersidang untuk menyelamatkan Angrok dari pengejaran itu. Keputusannya, bahwa Wisnu ditugasi agar mengirim seorang Brahmana bernama Lohgawe untuk pergi ke Tanah Jawa. Adapun tugas Lohgawe agar memerintahkan Angrok berhenti menyamun, dan mengantarnya menghamba pada Tunggul Ametung.
Ketika Angrok sudah dibawanya menghadap, Sang Adipati tidak mengenal, bahwa dia inilah tokoh penyamun dan pemerkosa yang menjadi pergunjingan Tumapel dan Kediri itu. Singkat cerita Ken Angrok diterima sebagai hamba prajurit kawal. Tugasnya sehari-hari menjadi penjaga pintu gerbang istana kadipaten. Setiap kali, jika Tunggul Ametung bersama permaisurinya, Ken Dedes, liwat keluar-masuk gerbang istana, Ken Angrok mencuri pandang pada wajah sang putri. Ia mengagumi kecantikannya, dan diam-diam jatuh cinta kepadanya.Suatu hari, seperti hari-hari sediakala, ia sedang duduk berjaga di pintu gerbang. Ketika Ken Dedes turun dari kereta, kaki sebelah sudah di atas injakan kereta dan kaki yang lain masih di lantai kereta, tersingkaplah sedikit kain yang dipakainya. Barang satu jurus saja. Tapi cukup bagi mata si Angrok, mata Pencuri, untuk menangkap suatu pemandangan yang aneh. Di balik kain itu, dan bersumber pada pangkal selangkang, mata Angrok menangkap nyala yang sangat menyilaukan! Malam itu ia kembali ke Lohgawe. Menceritakan apa yang dilihatnya, dan menanyakan apa takbir maknanya. Didengarnya keterangan sang Brahmana, bapak angkatnya yang arif itu, dan dicernanya di dalam pikirannya. Katanya, nyala itu ialah sinarnya sakti. Dan yang dinamakan sakti, yaitu kekuatan atau kekuasaan di atas kodrat, yang merupakan sumber pancaran kejayaan dan keagungan ... (Kajian ilmiah tentang daya adikodrati yang memancar dari aurat perempuan itu, antara lain, pernah dibuat oleh Prof.Dr. Prijono).Angrok kembali ke istana dengan tekad bulat: Merebut Ken Dedes dari Tunggul Ametung, dan menyingkirkan Adipati ini dari tahtanya.
Pergilah Angrok pada salah seorang pandai besi terkenal,yang tinggal di desa Gandring. Pandai besi ini disuruhnya membikin sebilah keris, dan harus selesai secepat-cepatnya.Akhirnya waktu lima bulan disepakati kedua belah pihak.(Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru - Van Hoeve 1981,menyebut Gandring berasal dari desa Lulumbang Jawa Timur.Walaupun begitu belum berarti bahwa Gandring adalah nama pandai besi itu. Bisa juga baik Gandring maupun Lulumbang kedua-duanya nama desa).Sesudah lima bulan, sesuai dengan kesepakatan bersama, Angrok datang untuk mengambil keris pesanannya itu. Tapi ketika ia datang, keris ternyata belum selesai benar dan belum berhulu. Angrok menjadi marah, dan ditikamnya Empu Gandring dengan keris bikinannya sendiri. Sebelum nafas terakhir putus diembuskan, Empu itu masih sempat mengucapkan kutuk ramalannya: Bahwa tujuh orang raja berturut-turut akan mati di ujung kerisnya bikinannya itu! Angrok, si mantan pencuri besar, sungguh seorang ahli siasat yang licin tapi juga licik. Untuk meraih cita-citanya menyingkirkan Tunggul Ametung, keris Gandring dipinjamkannya kepada sesama kawan prajurit kawal. Kebo Ijo, namanya. Beberapa lamanya keris bagus itu sengaja dibiarkannya menjadi hiasan pinggang Kebo Ijo. Sehingga setiap prajurit Tumapel tahu, dan menganggap keris Gandring itu milik Kebo Ijo.Sesudah pendapat umum terbentuk demikian, pada suatu malam Angrok mencuri keris itu, dan segera dipakainya untuk membunuh Tunggul Ametung. Keris tetap ditinggalkan tertancap di jantung Sang Adipati yang malang.
Tapi lebih malang lagi Kebo Ijo. Ia segera ditangkap dan dijatuhi hukuman kisas. Sedangkan sang aktor intelektualis perbuatan makar ini, bukan saja bebas dari getah kejadian! Ia bahkan satu-satunya yang berhasil merebut segala nikmat daripadanya. Bahwa Angrok adalah sang aktor intelektualis. Tapi Ken Dedes sendiri pun - permaisurinya - baru pada tahun 1207 tahu dengan tepat, siapa sebenarnya dalang di balik drama berdarah itu. Ken Angrok berhasil merebut nikmat. Kekuasaan Tumapel jatuh di tangannya, dan Ken Dedes jatuh dalam pelukannya.Ketika itu permaisuri Tumapel ini sudah sembilan bulan. Bayi buah harapan Tunggul Ametung, sebagai penerus pemegang tahtaTumapel. Ken Angrok segera bekerja cepat.
Daerah kerajaan Janggala, di timur Gunung Kawi, diserbu dan direbutnya. Janggala ialah separoh bagian dari wilayah kerajaan Airlangga dahulu, di samping Panjalu, yang meliputi kawasan sepanjang pesisir utara dari Surabaya ke Pasuruan. Juga daerah-daerah di sebelah timur kawasan Janggala menjadi sasaran ekspansi Angrok ke timur. Ketika itu ketidakpuasan terhadap Kediri memang sedang merajalela di Janggala. Para brahmana sedang bertentangan tajam dengan raja Kediri, Kertajaya. Angrok yang tahu keadaan ini, dengan cerdik memanfaatkannya. Maka banyak para brahmana yang melarikan diri dari Kediri, mencari suaka ke Tumapel. Pertentangan Ken Angrok dengan Kertajaya semakin meruncing, sehingga perang Tumapel - Kediri tak terhindarkan.
Pada pertempuran di Ganter (1222) Kertajaya dikalahkan. Ken Angrok lalu menggantikan Kertajaya, raja terakhir dari keturunan Airlangga, dan menobatkan diri sebagai raja Sri Rangga(h) Rajasa. Ia lalu membangun kratonnya di Kutaraja, yang kemudian terkenal sebagai Singasari.
Sumber Artikel Dari : Heritage Of Java
http://www.heritageofjava.com/portal/
Keris Empu Gandring Dan Ken Arok
Kamis, 19 Mei 2011
Diposting oleh
Antik Unik Bertuah
Artikel Terkait Lainnya:
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comentários:
|-) :woot: :surprise: :sleepy: :oya: :nyu: :music: :kishishi: :kikik: :hoahm: :grr: :fufu: :dies: :cry: :blush: :bignose: :D :-| :-w :-Z :-O :-E :-? :-3 :-0 :-( :) :(( :( 8-| 8-) (:
Posting Komentar