Sastra Jawa - Serat Sabdatama

Sabtu, 14 Mei 2011

Serat Sabdatama

Serat Sabdatama oleh R. Ng. Ronggowarsito

Gambuh
1. Rasaning tyas kayungyun, Angayomi lukitaning kalbu, Gambir wanakalawan hening ing ati, Kabekta kudu pitutur, Sumingkiring reh tyas mirong
Tumbuhlah suatu keinginan melahirkan perasaan dengan hati yang hening disebabkan ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah.

2. Den samya amituhu, Ing sajroning Jaman Kala Bendu, Yogya samyanyenyuda hardaning ati, Kang anuntun mring pakewuh, Uwohing panggawe awon

Diharap semuanya maklum bahwa dijaman Kala Bendu
sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotan. Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.

3.Ngajapa tyas rahayu, Nyayomana sasameng tumuwuh, Wahanane ngendhakke angkara klindhih, Ngendhangken pakarti dudu, Dinulu luwar tibeng doh

Sebaiknya senantiasa berbuat menuju kepada hal-hal yang baik. Dapat memberi perlindungan kepada siapapun juga. Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka, melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.

4. Beda kang ngaji mumpung, Nir waspada rubedane tutut, Kakinthilan manggon anggung atut wuri, Tyas riwut ruwet dahuru, Korup sinerung agoroh

Hal ini memang lain dengan yang ngaji pumpung. Hilang kewaspadaannya dan kerepotanlah yang selalu dijumpai, selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.

5. Ilang budayanipun, Tanpa bayu weyane ngalumpuk, Sakciptane wardaya ambebayani, Ubayane nora payu, Kari ketaman pakewoh

Lenyap kebudayaannya. Tidak memiliki kekuatan dan ceroboh. Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya. Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun mempercayainya. Akhirnya hanyalah kerepotan saja.

6. Rong asta wus katekuk, Kari ura-ura kang pakantuk, Dandanggula lagu palaran sayekti, Ngleluri para leluhur, Abot ing sih swami karo

Sudah tidak berdaya. Hanya tinggallah berdendang.
Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala, betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.

7. Galak gangsuling tembung, Ki Pujangga panggupitanipun, Rangu-rangu pamanguning reh harjanti, Tinanggap prana tumambuh, Katenta nawung prihatos

Ki Pujangga didalam membuat karyanya mungkin ada kelebihan dan kekurangannya. Olah karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir, barangkali terdapat kesalahan / kekeliruan tafsir, sebab sedang prihatin.

8. Wartine para jamhur, Pamawasing warsita datan wus, Wahanane apan owah angowahi, Yeku sansaya pakewuh, Ewuh aya kang linakon

Menurut pendapat para ahli, wawasan mereka keadaan selalu berubah-ubah. Meningkatkan kerepotan apa pula yang hendak dijalankan.

9. Sidining Kala Bendu, Saya ndadra hardaning tyas limut, Nora kena sinirep limpating budi, Lamun durung mangsanipun, Malah sumuke angradon

Azabnya jaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi nafsu angkara murka. Tidak mungkin dikalahkan oleh budi yang baik. Bila belum sampai saatnya akibatnya bahkan makin luar biasa.

10. Ing antara sapangu, Pangungaking kahanan wus mirud, Morat-marit panguripaning sesami, Sirna katentremanipun, Wong udrasa sak anggon-anggon

Sementara itu keadaan sudah semakin tidak karu-karuwan,
penghidupan semakin morat-marit, tidak ketenteraman lagi, kesedihan disana-sini.

11. Kemang isarat lebur, Bubar tanpa daya kabarubuh, Paribasan tidhem tandhaning dumadi, Begjane ula dahulu, Cangkem silite angaplok

Segala dosa dan cara hancur lebur, seolah-olah hati dikuasai ketakutan. Yang beruntung adalah ular berkepala dua, sebab kepala serta buntutnya dapat makan.

12. Ndhungkari gunung-gunung, Kang geneng-geneng padha jinugrug, Parandene tan ana kang nanggulangi, Wedi kalamun sinembur, Upase lir wedang umob

Gunung-gunung digempur, yang besar-besar dihancurkan meskipun demikian tidak ada yang berani melawan. Sebab mereka takut kalau disembur (disemprot ular) berbisa. Bisa racun ular itu bagaikan air panas.

13. Kalonganing kaluwung, Prabanira kuning abang biru, Sumurupa iku mung soroting warih, Wewarahe para Rasul, Dudu jatining Hyang Manon

Tetapi harap diketahui bahwa lengkungan pelangi yang berwarna kuning merah dan biru sebenarnya hanyalah cahaya pantulan air. Menurut ajaran Nabi itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya.

14. Supaya pada emut, Amawasa benjang jroning tahun, Windu kuning kono ana wewe putih, Gegamane tebu wulung, Arsa angrebaseng wedhon

Agar diingat-ingat. Kelak bila sudah menginjak tahun windu kuning (Kencana) akan ada wewe putih (setan putih), yang bersenjatakan tebu hitam akan menghancurkan wedhon (pocongan setan). (Sebuah ramalan yang perlu dipecahkan).

15. Rasa wes karasuk, Kesuk lawan kala mangsanipun, Kawises kawasanira Hyang Widhi, Cahyaning wahyu tumelung, Tulus tan kena tinegor

Agaknya sudah sampai waktunya, karena kekuasaan Tuhan telah datang jaman kebaikan, tidak mungkin dihindari lagi.

16, Karkating tyas katuju, Jibar-jibur adus banyu wayu, Yuwanane turun-temurun tan enting, Liyan praja samyu sayuk, Keringan saenggon-enggon

Kehendak hati pada waktu tersebut hanya didasarkan kepada ketentraman sampai ke anak cucu. Negara-negara lain rukun sentosa dan dihormati dimanapun.



Sumber Dari : Heritage Of Java
http://heritageofjava.com/portal/

Comentários:

Posting Komentar

 
Antik Unik Bertuah © Copyright | Developed By Jasa Buat Blog Murah |